Dimulai dari perubahan gelar Sultan, perubahan ini pun sebagai penyesuaian adanya perjanjian antara Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pamenahan yang sudah berakhir.
"Dasare perjanjian ki Ageng Giring sampun rampung mboten saged dipun ewahi, rampung sangking menopo? Wontenipun mataram lami (perjanjian antara ki Ageng Giring sudah selesai dan itu tidak bisa diubah, selesai dari apa? Dari adanya Mataram lama),"kata Sultan HB X di Ndalem Wironegaran, Yogyakarta, Jumat (8/5/2015).
Sri Sultan menjelaskan antara Mataram lama dan Mataram baru. Mataram lama dihitung dari zaman Ken Arok Singosari hingga kerajaan Pajang. Sedangkan Mataram baru terhitung dari zaman Eyang Panembahan Senopati sampai sekarang.
Era Mataram lama dan baru dipisahkan dengan perjanjian Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring.
"Sak meniko amargi perjanjen meniko sampun rampung saking jaman ken arok dumugi Pajang, pajang dumugi mataram, (Sekarang perjanjian itu sudah berakhir, dari zaman Ken Arok sampai Pajang, Pajang sampai Mataram)," ucap dia.
Dia mengatakan jika zaman dan kondisi saat ini tidak bisa dianggap sepele. Bahkan tidak seperti raja sebelumnya karena perubahan zaman. Karena itu perlu adanya sikap baru dalam menghadapi zaman baru ini.
"Kados kulo kebagian mboten kenging perjanjen, kinten kinten mekaten. Amargi kulo ingkang kadawuhan kasaripun jaman enggal wis malih jaman. (Saya kebagian tidak ingin melanjutkan perjanjian, kira-kira seperti itu. Saya dapat zaman yang baru yang sudah berubah)," ujar Sultan.
Gunakan Hati
Sultan HB X mengaku telah berupaya maksimal agar adik-adiknya mau mengerti Sabda Raja dan Dawuh Raja. Karena hal itu bukan keinginannya tapi perintah Gusti Allah melalui para leluhur.
Dia mengatakan perlu sikap orang Jawa dalam memahami persoalan seperti saat ini. Jika menggunakan hawa nafsu menyikapi ini, akan timbul prasangka yang tidak baik. Karenanya, dia meminta adik-adiknya untuk menggunakan hati.
"Sudah saya utarakan untuk memahami itu bukan dipentingkan pikir kita, tapi rasa. Kita yo mbok penggalih (gunakan hati) kalo dipikir itu penuh nafsu, penuh penafsiran tersendiri saya paham dari awal makanya saya coba menbangun komunikasi," ujar Sultan.
Waktu Sabda Raja dan Dawuh Raja yang mendadak, pihaknya sudah menghubungi adik-adiknya melalui saluran telepon hingga pesan singkat. Namun niat mengundang pun tidak disambut dengan kedatangan sang adik.
"Saya siap tunggu kejelasan tapi tidak datang. Tadi malam saya didatangi adik saya. Lalu saya jelasken semua. Adik-adik juga menyatakan "kami ditunggu kang mas-kang mas saya akan jembatani agar kang mas bisa bertemu dengan Sultan itu lebih baik," ujar Sultan.
Ia pun berharap agar semua ini dapat cepat selesai dengan lebih baik. Sehingga masyarakat dan media dapat menjunjung kebersamaan dan bukan perbedaan.
"Saya punya risiko, dia punya risiko. Nek Raja ora laksanake dawuh, risiko sikso luwih gede soko wong liyo (kalau raja tidak melaksanakan Dawuh, risikonya siksa lebih gede dari orang lain)," tukas Sultan. (Ali).
0 comments:
Post a Comment